Pangkalpinang, IrroNews.com — Komisi XIII DPR RI menegaskan pentingnya revisi Undang-Undang Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (UU LPSK) guna memperkuat posisi hukum lembaga tersebut dalam memberikan perlindungan yang menyeluruh bagi saksi dan korban tindak pidana.
Ketua Rombongan Komisi XIII, Sugiat Santoso, menjelaskan bahwa revisi ini menjadi langkah strategis agar LPSK memiliki kewenangan dan dukungan hukum yang lebih kuat dalam menjalankan tugasnya.
“Ketika revisi ini tuntas, kami yakin perlindungan saksi dan korban bisa berjalan lebih maksimal dan menjangkau seluruh wilayah Indonesia,” ujarnya.
Sugiat juga menekankan pentingnya harmonisasi antara revisi UU LPSK dengan pembaruan KUHAP dan Undang-Undang Perampasan Aset, agar tercipta sistem hukum yang terpadu dan efektif.
Tingginya Kekerasan Seksual Anak Jadi Sorotan
Anggota Komisi XIII DPR RI dari Dapil Bangka Belitung, Melati, menyoroti tingginya angka kekerasan seksual terhadap anak di wilayahnya. Ia mendorong LPSK untuk memperluas jangkauan layanan serta mengajak pemerintah daerah dan masyarakat untuk aktif dalam perlindungan korban.
“Korban tidak hanya butuh keadilan, tapi juga tempat aman untuk pulih. Ini tanggung jawab bersama,” tegas Melati.
Menurutnya, perlindungan korban masih menghadapi banyak kendala, seperti lemahnya koordinasi antar lembaga, keterbatasan kewenangan, dan belum kuatnya dasar hukum.
Isi Pokok Revisi UU LPSK
Revisi UU LPSK, yang telah masuk Prolegnas sejak 2022 dan akan menggantikan UU Nomor 31 Tahun 2014, mencakup sejumlah poin penting:
• Perlindungan untuk pelapor tindak pidana yang mendapat ancaman, meski bukan pelaku atau korban langsung.
• Perluasan jenis perlindungan bagi korban KDRT, kekerasan seksual, mutilasi genital perempuan, dan kejahatan berbasis gender.
• Penambahan penerima perlindungan, seperti agen penyamaran dan pihak yang membantu penegakan hukum.
• Jaminan hak korban, termasuk agar tidak kehilangan pekerjaan serta pengakuan atas trauma yang dialami.
• Penguatan peran LPSK, termasuk pembentukan Victim Trust Fund untuk mendanai pemulihan korban.
Masukan dari Daerah untuk RUU yang Lebih Responsif
Selama kunjungan kerja di Bangka Belitung, Komisi XIII turut menerima berbagai aspirasi dari masyarakat, lembaga, dan para penyintas kekerasan. Semua masukan itu menjadi bagian penting dalam menyempurnakan revisi UU tersebut.
“Kami ingin memastikan bahwa perlindungan hukum benar-benar dirasakan oleh korban, termasuk layanan psikologis dan pemberdayaan ekonomi,” tutup Melati.
Revisi UU LPSK ini diharapkan menjadi tonggak penting dalam menjamin hak dan keselamatan para korban serta memperkuat sistem hukum yang berpihak pada keadilan dan pemulihan. (Tn)
